Popular Posts

Tuesday, November 20, 2012

fermentasi padat


Oleh Amar Ma’ruf
Teknik Kimia UMS

Solid State Fermentation (Fermentasi Padat)
Fermentasi berasal dari bahasa latin yaitu dari kata “fervere” yang berarti mendidih yang menunjukan adanya aktivitas pada ekstrak buah-buahan atau  larutan malt biji-bijian. Kelihatan seperti mendidih karena terbentuknya gelembung-gelembung CO2 akibat dari proses katabolisme secara anaerobic dari yang ada dalam ekstrak (Retno Wijayanto & Tri Wuri Hadayani, 2008).
Fermentasi digolongkan menjadi 3, yaitu (Retno Wijayanto & Tri Wuri Hadayani, 2008):
·         Fermentasi permukaan
·         Sistem fermentasi cair
·         Sistem fermentasi padat
Penelitian ini menggunakan metode sistem fermentasi padat. Sistem fermentasi padat umumnya diidentikan dengan pertumbuhan mikroorganisme dalam partikel pada substrat dalam berbagai variasi kadar air. Substrat padat bertindak sebagai sumber karbon, nitrogen, mineral, dan faktor-faktor penunjang pertumbuhan, dan memiliki kemampuan untuk menyerap air, untuk pertumbuhan mikroba (M. Saban Tanyildizi dkk,2007).
Mikroorganisme yang tumbuh melalui sistem fermentasi padat berada pada kondisi pertumbuhan di bawah habitat alaminya, mikroorganisme tersebut dapat menghasilkan enzim dan metabolism yang lebih efisien dibandingkan dengan system fermentasi cair. Sistem fermentasi padat memiliki lebih banyak manfaat dibandingkan dengan sistem fermentasi cair, diantaranya tingkat produktivitasnya tinggi, tekniknya sederhana, biaya investasi rendah, kebutuhan energi rendah, jumlah air yang dibuang sedikit, recovery produknya lebih baik, dan busa yang terbentuk sedikit. Sistem fermentasi padat ini dilaporkan lebih cocok digunakan di Negara-negara berkembang. Manfaat lain dari sistem fermentasi padat adalah murah dan substratnya mudah didapat, seperti produk pertanian dan industri  makanan (M. Saban Tanyilzi dkk, 2007).
Enzim yang dihasilkan melalui proses sistem fermentasi padat baik yang belum dimurnikan atau yang dimurnikan secara parsial dapat diaplikasikan di industri seperti pectinase digunakan untuk klarifikasi jus buah, alpha amylase untuk sakarifikasi pati. Murahnya harga residu pertanian dan argo-industri merupakan salah satu sumber yang dapat digunakan sebagai substrat dalam sistem fermentasi padat. Fakta menunjukan bahwa residu ini merupakan salah satu reservoir campuran karbon terbaik yang ada di alam. Dalam sistem fermentasi padat, substrat padat tidak hanya menyediakan nutrient bagi kultur tetapi juga sebagai tempat penyimpanan air untuk sel mikroba  (M. Saban Tanyilzi dkk, 2007).
Komposisi dan konsentrasi dari media dan kondisi fermentasi sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi enzim ekstraseluler dari mikroorganisme. Biaya dan ketersediaan substrat merupakan faktor yang penting untuk dipertimbangkan, dan karena itulah pemilihan substrat padat memegang peranan penting dalam menentukan efisiensi pada proses sistem fermentasi padat. Untuk biaya analisa awal, kira-kira 60 dan 50% untuk biaya medium fermentasi dan pengaturan proses down-stream. Sehingga dapat diketahui bahwa sistem fermentasi padat cocok untuk pengembangan fungi dan tidak cocok untuk proses kultur bakteri karena membutuhkan air yang lebih banyak  (M. Saban Tanyilzi dkk, 2007).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses pertumbuhan fungi dan produksi enzim adalah:
a.       Konsentrasi substrat
Substrat merupakan sumber nutrient utama bagi fungi. Nutrient-nutrien baru dapat dimanfaatkan sesudah fungi mengeksresi enzim-enzim ekstraseluler yang dapat mengurai senyawa-senyawa kompleks dari substrat tersebut menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana (Indrawati Gandjar, 2006).
b.      Sumber nitrogen
Bahan yang banyak dipakai sebagai sumber nitrogen adalah ammonium nitrat, ammonium sulfat, dan urea. Nitrogen diperlukan dalam proses fermentasi karena dapat mempengaruhi aktivitas dari Aspergillus niger. Pada proses fermentasi untuk menghasilkan enzim selulase, sumber nitrogen yang optimal adalah urea (Narasimha G dkk, 2006), (Vu et al., 2011).
c.       Phospat
Kebutuhan phospat dalam proses pertumbuhan fungi tidak banyak dijelaskan tetapi keseimbangan antara mangan, seng, dan phospat merupakan salah satu faktor penentu dalam beberapa kasus dimana terjadi kontaminasi ion logam tertentu maka adanya phospat dapat memberikan keuntungan (Indrawati Gandjar, 2006).
d.      Magnesium
Magnesium berfungsi sebagai kofaktor dalam mengatur jumlah enzim yang terlibat dalam reaksi. Dalam sel konsentrasi optimal dari penambahan magnesium adalah 0,002-0,0025% (Indrawati Gandjar, 2006).
e.       Aerasi
Dalam media fermentasi padat, aerasi diatur dengan cara memperhatikan pori-pori bahan yang difermentasikan (Indrawati Gandjar, 2006). Aerasi berfungsi untuk mempertahankan kondisi aerobik untuk desorbsi CO2, mengatur temperatur substrat, dan mengatur kadar air (Prior dkk, 1980). Aerasi yang diberikan juga membantu menghilangkan sebagian panas yang dihasilkan sehingga temperatur dapat dipertahankan pada temperatur optimal untuk produksi enzim (Abdul Aziz Darwis dkk, 1995).
Tingkat aerasi optimal yang diberikan dipengaruhi oleh sifat mikroorganisme yang digunakan. Tingkat O2 yang dibutuhkan untuk sintesis produk, jumlah panas metabolik yang harus dihilangkan dari bahan, ketebalan lapisan substrat, tingkat CO2, dan metabolit-metabolit lain yang mudah menguap harus dihilangkan, dan tingkat ruang udara yang tersedia di dalam substrat (Lonsane dkk, 1985).
f.       pH
pH substrat sangat penting untuk pertumbuhan fungi, karena enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai suatu substrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH tertentu. Umumnya fungi menyukai pH di bawah 7. Jenis-jenis khamir tertentu bahkan tumbuh pada pH yang cukup rendah, yaitu pH 4,5-5,5. Pengaruh pH sangat penting dalam industri agar fungi yang ditumbuhkan menghasilkan produk antibiotik, dan juga mencegah pembusukan bahan pangan (Indrawati Gandjar, 2006). Pada penelitian sebelumnya, produksi enzim tertinggi terjadi pada pH 4 (Vu et al., 2011).
g.      Temperatur inkubasi
Berdasarkan kisaran suhu lingkungan yang baik untuk pertumbuhan, fungi dapat dikelompokkan sebagai fungi psikrofil, mesofil, dan termofil. Pengetahuan tentang kisaran temperature pertumbuhan suatu fungi sangat penting, terutama bila isolat-isolat tertentu akan digunakan di industri. Misalnya, fungi yang termofil atau termotoleran (Candida tropicalis, Paecilomyces variotii, dan Mucor miehei), dapat memberikan produk yang optimal meskipun terjadi peningkatan temperatur, karena metabolisme funginya, sehingga industri tidak memerlukan penambahan alat pendingin (Indrawati Gandjar, 2006). Pada penelitian sebelumnya, produksi enzim selulase tertinggi terjadi pada temperatur 35ºC (Vu et al., 2011).
h.      Waktu fermentasi
Pada awal fermentasi aktivitas enzim masih sangat rendah. Aktivitas enzim akan meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu fermentasi dan menurun pada hari ke-10. Hal ini mengikuti pola pertumbuhan mikroorganisme yang mengalami beberapa fase pertumbuhan yaitu fase adaptasi, fase eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian (Abdul Aziz Darwis dkk, 1995).
Organisme pembentuk spora biasanya memproduksi enzim pada fase pasca eksponensial. Jadi dapat diduga bahwa pada saat aktivitas enzim yang dihasilkan tinggi, maka fungi telah berada pada fase tersebut (Suhartono, 1989). Pada penelitian sebelumnya aktivitas enzim yang optimal adalah pada waktu fermentasi selama 3 hari (Vu et al., 2011).
i.        Moisture Content
Moisture content merupakan faktor penting dalam proses sistem fermentasi padat karena variable ini dapat berpengaruh pada pertumbuhan mikroorganisme, biosintesis, dan sekresi enzim. Moisture content yang rendah menyebabkan berkurangnya kelarutan nutrient di dalam substrat, derajat pertumbuhan rendah, dan tegangan air tinggi. Sedangkan level moisture content  yang lebih tinggi dapat menyebabkan berkurangnya yield enzim yang dihasilkan karena dapat mereduksi porositas (jarak interpartikel) pada matriks padatan, sehingga manghalangi transfer oksigen (Md. Zahangir Alam dkk, 2005). Pada penelitian sebelumnya, moisture content yang optimal untuk pertumbuhan Aspergillus niger adalah 40% (Vu et al., 2011). 


No comments:

Post a Comment