Pengemasan Tepung (Flour)
Oleh : Amar Ma'ruf
1.
Karakteristik
Flour
Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan
cara pengilingan atau penepungan. Tepung memiliki kadar air yang rendah, hal
tersebut berpengaruh terhadap keawetan tepung. Jumlah air yang terkandung dalam
tepung dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sifat dan jenis atau asal
bahan baku pembuatan tepung, perlakuan yang telah dialami oleh tepung,
kelembaban udara, tempat penyimpanan dan jenis pengemasan. Tepung juga
merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan,
karena akan lebih tahan disimpan, mudah dicampur, dibentuk dan lebih cepat
dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Cara yang paling
umum dilakukan untuk menurunkan kadar air adalah dengan pengeringan, baik
dengan penjemuran atau dengan alat pengering biasa.
Tabel. 1.1. karakteristik tepung
dengan berbagai sumber tanaman
Nama Tepung
|
Tanaman Asal
|
karakteristik
|
Tepung Terigu
|
Tanaman Gandum
|
Berwarna putih,
Butiran kecil,
Hambar,
Bertekstur kasar,
Beraroma gandum
Sangat berprotein
|
Tepung Maizena
|
Tanaman Jagung
|
Berwarna putih,
Butiran halus,
Sedikit beraroma jagung,
Tekture halus dan lembut
|
Tepung Tapioka
|
Tanaman Singkong
|
Bebas protein,
Bebas gluten,
Kering,
Sulit digenggam,
Tidaklarut pada suhu normal
|
Tepung Sagu
|
Tanaman Sagu
|
Seperti Tapioka namun lebih kering,
Kental,
Bersifat lengket,
Halus,
Berwarna putih,
Beraroma sagu
|
Tepung beras
|
Tanaman Padi
|
Lebih halus dari tepung ketan,
Berwarna putih,
Sangat halus,
|
Tepung Ketan
|
Tanaman Padi
|
Berwarna Putih,
Lebih berat melekat daripada tepung
beras,
Lebih encer jika dilarutkan dalam air,
Mengandung pati yang berperekat
|
Tepung Kacang Hijau
|
Tanaman Kacang Hijau
|
Berwarna putih,
Halus,
Kenyal, lengket,
Beraroma kacang hijau
|
Tepung Samolina
|
Biji Gandum
|
Berbutir kasar,
Membuat makanan menjadi kenyal,
Berwarna kuning,
Sedikit beraroma gandum
|
Tepung Ubi
|
Tanaman Ubi
|
Manis,
Berwarna ungudan putih,
Rendah kalori,
Kasar,
Beraroma ubi
|
Tepung Kentang
|
Dibuat dari kentang yang dimatangkan
lalu dikeringkan
|
Kering,
Kental,
Halus,
Berwarna putih
|
Tepung memiliki kadar air dan aktivitas
air (aw) yang rendah (kadar air tepung terigu menurut SNI 01-3751-2006 maksimal
14,5% b/b) sehingga dapat disimpan relatif lama dalam suhu ruang. Kerusakan
tepung berkaitan erat dengan penyerapan uap air dari udara melalui kemasan,
sehingga beberapa jenis mikroba dapat berkembang biak. Bakteri
membutuhkan aw=0,91, sedangkan khamir aw=0,87‒0,91 dan kapang aw=0,80‒0,87.
Untuk menyimpan bahan pangan kering, kadar air rendah menjadi prasyarat
terpenting.
2. Indice
Failure
Tepung
karena mengandung karbohidrat tinggi dapat mengalami perubahan kimiawi karena
aktivitas yeast, bakteri, maupun jamur. Yeast dapat memfermentasi Karbohidrat
terutama glukosa menjadi alkohol. Bakteri dari jenis anaerob, seperti
Lactobacillus sp dapat membentuk asam laktat dan propionat. Sedangkan dalam
kondsi aerob, beberapa jenis bakteri mampu mengubah alkohol yang dibentuk yeast
menjadi asam asetat.Berbagai jenis jamur dan bakteri biasanya memproduksi enzim
yang mampu memecah polisakarida menjadi KH rantai terjadinya pelunakan bahan.
Beberapa bakteri mampu memproduksi KH khas, yang pendek seperti monosakaria
maupun disakarida.Hal ini
secara fisik ditenada dengan secara alami bukan merupakan bahan penyusun bahan
makanan. KH yang dihasilkan umumnya berupa levan atau dekstran yang memiliki
tekstur kental seperti kanji. Sehingga kerusakan bahan makanan berkarbohidrat
dapat diketahui oleh adanya pembentukan lendir.
Agar
setiap perubahan yang terjadi pada tepung dapat diketahui dan diatasi sedini
mungkin, perlu diketahui tanda – tanda kerusakan pada tepung tapioka yaitu
terjadinya gumpalan, perubahan warna,dan timbulnya bau apek. Tepung tapioka
dapat menggumpal apabila tercemar bahan cair, air, atau embun, yang dapat
menimbulkan bau dan ditumbuhi jamur. Demikian pula halnya apabila tepung
tapioka dibiarkan terbuka, seluruh permukaan akan lembab dan lama kelamaan akan
menggumpal.
Perubahan
warna pada tepung tapioka diawali dengan adanya bintik – bintik/ noda/ bercak
yang semakin meluas. Hal tersebut disebabkan oleh jamur atau mikroba lainnya
yang tumbuh di tepung tapioka. Apabila kerusakan tersebut tidak segera diatasi,
tepung tapioka akan berbau apek dan asam. Kerusakan tepung tapioka yang
disebabkan oleh air, uap air, embun dan udara yang lembab dapat diatasi dengan
memilih pengemasan yang sesuai.
3.
Material
yang sesuai
Pengemasan produk pangan merupakan suatu proses pembungkusan
dengan bahan pengemas yang sesuai untuk mempertahankan mutu dan keamanan produk
tetap terjaga. Dewasa ini, kemasan yang di gunakan sudah berkembang dengan
pesat dengan memakai berbagai bahan mulai dari kertas sampai plastik. Sering
kali kemasan yang digunakan berupa kemasan plastik karena sifatnya yang
fleksibel, mudah dibentuk, tidak mudah pecah dan harganya yang relatif murah.
Namun ada kekurangan pada kemasan plastik ini yaitu bahannya yang sulit terurai
dan membutuhkan waktu yang sangat lama agar terurai.
Salah
satu kemasan yang dapat dijadikan alternatif adalah kemasan biodegradable,
yaitu kemasan yang mudah diuraikan oleh aktivitas mikroorganisme setelah
dipakai dan dibuang ke lingkungan. Selain itu kemasan biodegradable mampu
menjamin keamanan produk. Edible film merupakan salah satu bentuk
kemasan biodegradable yang mudah terurai dan dapat dikonsumsi sekaligus
bersama produk.
Pengemasan
edible dinilai aman dan ramah lingkungan, sifatnya alami dan tidak
beracun serta dapat dimakan bersama produknya tanpa harus mengupasnya. Aplikasi
pengemasan dengan bahan edible bisa dilakukan dengan melapisi produk
secara langsung dengan larutan edible yang dibuat terlebih dahulu.
Lapisan edible dapat digunakan untuk mempertahankan masa simpan dan mutu
produk makanan karena mampu menghambat migrasi air, oksigen, karbondioksida,
flavor serta lemak.
komponen
edible film adalah hidrokoloid, lipida, dan komposit. Hidrokoloid yang
biasa digunakan adalah polisakarida dan protein. Lipida yang umum digunakan
dalam pembuatan edible film adalah lilin alami (bees wax, carnauba
wax, paraffin wax), asil gliserol, asam lemak (asam lemak oleat dan asam
laurat) serta emulsifier. Komposit adalah campuran antara hidrokoloid dan
lipida. Polisakarida yang termasuk antara lain karbohidrat, pati, selulosa,
alginat, pektin, dan polisakarida lainnya. Pati seringkali digunakan sebagai polimer
dalam pembuatan kemasan edible film karena ekonomis, dapat diperbaharui
dan memiliki karakteristik fisik yang baik. Pati mempunyai peranan penting
dalam pembuatan kemasan edible film sebagai pengental dan pengikat
dimana amilosa memberikan sifat keras dan amilopektin menyebabkan sifat
lengket. Dibandingkan amilopektin, amilosa lebih berperan penting dalam
pembentukan edible film. Amilosa diperlukan untuk pembentukan film dan
pembentukan gel yang kuat.
Kandungan pati pada tepung tapioka yaitu sekitar
28-30% dan kandungan amilosa tapioka tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan
utama pembuatan edible film karena amilosa bertanggung jawab dalam
pembentukan matrik film. Selain itu, tepung tapioka mudah dicari dan
harganya relatif lebih murah.
Kemasan berfungsi untuk memperpanjang umur simpan
produk pangan. Umur simpan atau biasa disebut masa kadaluarsa
merupakan informasi penting bagi konsumen dan wajib diinformasikan oleh
produsen karena berkaitan dengan keamanan dan kelayakan
produk pangan untuk dikonsumsi, dan memberikan petunjuk terjadinya perubahan
citarasa, penampakan dan kandungan gizi produk. hasil penelitian menunjukan bahwa penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan
cara menyimpan produk pada kondisi penyimpanan yang sebenarnya, namun cara ini
memerlukan waktu yang lama. hasil penelitian menunjukan umur
simpan dengan pendugaan berdasarkan extended dan accelerated studies. Metode
accelerated shelf-life test (ASLT), dilakukan dengan memodifikasi lingkungan
agar produk yang disimpan dapat cepat rusak pada kondisi suhu atau kelembaban
ruang yang dimodifikasi. Metode ASLT akurat dan dapat dilakukan dengan
pendekatan Arrhenius atau kadar air kritis.
4.
Karakteristik
Pengemas
4.1. Modified atmosphere packaging (MAP)
Modified atmosphere
packaging (MAP) adalah suatu teknologi pengemasan tepat guna yang dilakukan
pada produk pangan dengan tujuan agar dapat mempertahankan/memperpanjang umur
simpan produk pangan tersebut. MAP umumnya digunakan pada produk makanan segar
(sayur, buah, daging), produk makanan olahan yang dikemas dan produk-produk
yang membutuhkan masa simpan yang lama.
MAP
menghalangi pergerakan udara sehingga memungkinkan proses respirasi normal
produk, mengurangi kadar oksigen dan meningkatkan kadar karbon dioksida udara
di dalam kemasan. MAP dapat dilakukan dengan membuat sedikit vakum dalam
kemasan tertutup (seperti kantong polietilen yang tidak berventilasi) dan
kemudian memasukkan campuran komposisi atmosfer yang diinginkan dari luar.
Secara umum, penurunan konsentrasi gas akan mengurangi kemampuan dari bakteri
pathogen dalam pangan untuk berkembang biak. Selain penurunan kadar gas,
permeabilitas film dan laju respirasi pada kondisi waktu/suhu yang dinginkan
selama penanganan juga akan membantu menjaga komposisi dari bahan pangan.
Tepung
mocaf sendiri merupakan tepung singkong yang telah dimodifikasi dengan
perlakuan fermentasi, sehingga dihasilkan tepung singkong dengan karakteristik
mirip terigu yang dapat digunakan sebagai bahan pengganti terigu atau campuran
terigu 30 % – 100 %. Keunggulan dari tepung mocaf yaitu penampakan yang lebih
putih dan mengandung sedikit gluten penyebab alergi. Akan tetapi salah satu
kekurangan dari tepung ini yaitu daya tahan yang tidak bagus sehingga perlu
dirancang pengemasan dengan Modified atmosphere
packaging (MAP).
4.2. Polietilen
Polietilen (PE) merupakan jenis plastik
yang paling banyak digunakan dalam pengemasan pangan karena sifatnya yang mudah
dibentuk, tahan terhadap berbagai bahan kimia, penampakannya jernih, dapat
mengurangi kehilangan air dan lemak pada bahan pangan, serta tekstur yang
mengeras. Polietilen jenis Low Density Polyethylene (LDPE) memiliki daya
rentang, kekuatan retak, dan ketahanan putus yang baik, stabil hingga suhu di
bawah -60o C, relatif tahan terhadap air dan uap air, namun kurang tahan
terhadap gas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masa
kadaluarsa tepung komposit keladi dan ubijalar dengan metode ASLT (pendekatan
Arrhenius) berdasarkan pola perubahan kadar air; dilengkapi dengan analisis
usaha pengolahan tepung komposit. Plastik PE memiliki sifat permeabilitas
terhadap uap air dan air yang rendah. Permeabilitas
yang rendah terhadap uap air menunjukkan kemasan cenderung sulit untuk dilewati
oleh partikel uap air. Semakin rendah permeabilitas kemasan, umur simpan produk
semakin lama. Secara umum, semakin tebal kemasan plastik yang digunakan,
semakin lama umur simpan tepung komposit. Plastik PE yang lebih tebal memiliki
permeabilitas uap air yang lebih rendah sehingga lebih dapat menahan laju
penetrasi uap air dari dan ke dalam kemasan dan menurunkan laju perubahan kadar
air produk pangan.
5.
Expected shelf life
Hasil
penelitian Tepung komposit yang disimpan dalam kemasan PE 40 mm pada suhu 20 oC
memiliki umur simpan yang paling lama sekitar 22 minggu. Secara umum, semakin
rendah suhu penyimpanan, semakin panjang umur simpan tepung komposit. Jika
dikaitkan dengan pola perubahan kadar air, dapat dilihat bahwa perubahan kadar
air produk pada suhu 20 oC tidak setinggi pada suhu 30 oC
dan 40 oC. Suhu penyimpanan merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap perubahan mutu produk pangan. Semakin tinggi suhu penyimpanan,
aktivitas enzimatik bahan pangan berlangsung lebih aktif sehingga meningkatkan
laju respirasi yang mengakibatkan laju reaksi berbagai senyawa kimia
berlangsung lebih cepat. Hal ini berlaku juga
pada peningkatan kadar air bahan pangan. Peningkatan kadar air selama
penyimpanan diantaranya dipengaruhi oleh permeabilitas bahan kemasan terhadap
uap air, sifat higroskopis bahan pangan yang dikemas, dan tingkat kelembaban
udara lingkungan terhadap produk pangan. Pemilihan bahan pengemasan yang tepat
dapat memenuhi shelf life yang diharapakan.
Penentuan
umur simpan metode akselerasi dengan pendekatan isoterm sorpsi (kadar air
kritis) cukup efektif digunakan dalam penentuan umur simpan produk pangan
kering. hasil penelitian yang menyatakan umur simpan tepung Kaopi (pangan olahan
dari ubi kayu) selama 434 hari (1 Tahun, 2 Bulan, 3 hari) pada kemasan PP
dengan model persamaan Oswin dan nilai MRD terkecil sebesar 3,02.
6. Other
supporting information
Tepung
termodifikasi (MOCAF) ubi kayu menggunakan bakteri asam laktat merupakan salah
satu bahan pangan yang sangat berpotensi untuk dikembangkan dalam pemenuhan
kebutuhan pangan di Indonesia. MOCAF ini juga sudah memiliki beberapa
persyaratan yang dibutuhkan untuk dapat diproduksi diantaranya informasi
kandungan gizi produk dan MOCAF dapat langsung digunakan dalam pembuatan roti,
akan tetapi umur simpan produk belum diketahui. Umur simpan merupakan periode
waktu suatu produk pangan yang masih aman untuk dikonsumsi dan memiliki
kualitas yang dapat diterima oleh konsumen.