Popular Posts

Friday, April 27, 2018

Pengemasan Tepung (Flour, Karakteristik, Material Pengemasan, Shelf Life)

Pengemasan Tepung (Flour)

Oleh : Amar Ma'ruf


1.      Karakteristik Flour
Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara pengilingan atau penepungan. Tepung memiliki kadar air yang rendah, hal tersebut berpengaruh terhadap keawetan tepung. Jumlah air yang terkandung dalam tepung dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sifat dan jenis atau asal bahan baku pembuatan tepung, perlakuan yang telah dialami oleh tepung, kelembaban udara, tempat penyimpanan dan jenis pengemasan. Tepung juga merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena akan lebih tahan disimpan, mudah dicampur, dibentuk dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Cara yang paling umum dilakukan untuk menurunkan kadar air adalah dengan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering biasa.

Tabel. 1.1. karakteristik tepung dengan berbagai sumber tanaman
Nama Tepung
Tanaman Asal
karakteristik
Tepung Terigu
Tanaman Gandum
Berwarna putih,
Butiran kecil,
Hambar,
Bertekstur kasar,
Beraroma gandum
Sangat berprotein
Tepung Maizena
Tanaman Jagung
Berwarna putih,
Butiran halus,
Sedikit beraroma jagung,
Tekture halus dan lembut
Tepung Tapioka
Tanaman Singkong
Bebas protein,
Bebas gluten,
Kering,
Sulit digenggam,
Tidaklarut pada suhu normal
Tepung Sagu
Tanaman Sagu
Seperti Tapioka namun lebih kering,
Kental,
Bersifat lengket,
Halus,
Berwarna putih,
Beraroma sagu
Tepung beras
Tanaman Padi
Lebih halus dari tepung ketan,
Berwarna putih,
Sangat halus,

Tepung Ketan
Tanaman Padi
Berwarna Putih,
Lebih berat melekat daripada tepung beras,
Lebih encer jika dilarutkan dalam air,
Mengandung pati yang berperekat
Tepung Kacang Hijau
Tanaman Kacang Hijau
Berwarna putih,
Halus,
Kenyal, lengket,
Beraroma kacang hijau
Tepung Samolina
Biji Gandum
Berbutir kasar,
Membuat makanan menjadi kenyal,
Berwarna kuning,
Sedikit beraroma gandum
Tepung Ubi
Tanaman Ubi
Manis,
Berwarna ungudan putih,
Rendah kalori,
Kasar,
Beraroma ubi
Tepung Kentang
Dibuat dari kentang yang dimatangkan lalu dikeringkan
Kering,
Kental,
Halus,
Berwarna putih

Tepung memiliki kadar air dan aktivitas air (aw) yang rendah (kadar air tepung terigu menurut SNI 01-3751-2006 maksimal 14,5% b/b) sehingga dapat disimpan relatif lama dalam suhu ruang. Kerusakan tepung berkaitan erat dengan penyerapan uap air dari udara melalui kemasan, sehingga beberapa jenis mikroba dapat berkembang biak. Bakteri membutuhkan aw=0,91, sedangkan khamir aw=0,87‒0,91 dan kapang aw=0,80‒0,87. Untuk menyimpan bahan pangan kering, kadar air rendah menjadi prasyarat terpenting.

2.      Indice Failure
Tepung karena mengandung karbohidrat tinggi dapat mengalami perubahan kimiawi karena aktivitas yeast, bakteri, maupun jamur. Yeast dapat memfermentasi Karbohidrat terutama glukosa menjadi alkohol. Bakteri dari jenis anaerob, seperti Lactobacillus sp dapat membentuk asam laktat dan propionat. Sedangkan dalam kondsi aerob, beberapa jenis bakteri mampu mengubah alkohol yang dibentuk yeast menjadi asam asetat.Berbagai jenis jamur dan bakteri biasanya memproduksi enzim yang mampu memecah polisakarida menjadi KH rantai terjadinya pelunakan bahan. Beberapa bakteri mampu memproduksi KH khas, yang pendek seperti monosakaria maupun disakarida.Hal ini secara fisik ditenada dengan secara alami bukan merupakan bahan penyusun bahan makanan. KH yang dihasilkan umumnya berupa levan atau dekstran yang memiliki tekstur kental seperti kanji. Sehingga kerusakan bahan makanan berkarbohidrat dapat diketahui oleh adanya pembentukan lendir.
Agar setiap perubahan yang terjadi pada tepung dapat diketahui dan diatasi sedini mungkin, perlu diketahui tanda – tanda kerusakan pada tepung tapioka yaitu terjadinya gumpalan, perubahan warna,dan timbulnya bau apek. Tepung tapioka dapat menggumpal apabila tercemar bahan cair, air, atau embun, yang dapat menimbulkan bau dan ditumbuhi jamur. Demikian pula halnya apabila tepung tapioka dibiarkan terbuka, seluruh permukaan akan lembab dan lama kelamaan akan menggumpal.
Perubahan warna pada tepung tapioka diawali dengan adanya bintik – bintik/ noda/ bercak yang semakin meluas. Hal tersebut disebabkan oleh jamur atau mikroba lainnya yang tumbuh di tepung tapioka. Apabila kerusakan tersebut tidak segera diatasi, tepung tapioka akan berbau apek dan asam. Kerusakan tepung tapioka yang disebabkan oleh air, uap air, embun dan udara yang lembab dapat diatasi dengan memilih pengemasan yang sesuai.

3.      Material yang sesuai

Pengemasan produk pangan merupakan suatu proses pembungkusan dengan bahan pengemas yang sesuai untuk mempertahankan mutu dan keamanan produk tetap terjaga. Dewasa ini, kemasan yang di gunakan sudah berkembang dengan pesat dengan memakai berbagai bahan mulai dari kertas sampai plastik. Sering kali kemasan yang digunakan berupa kemasan plastik karena sifatnya yang fleksibel, mudah dibentuk, tidak mudah pecah dan harganya yang relatif murah. Namun ada kekurangan pada kemasan plastik ini yaitu bahannya yang sulit terurai dan membutuhkan waktu yang sangat lama agar terurai.
Salah satu kemasan yang dapat dijadikan alternatif adalah kemasan biodegradable, yaitu kemasan yang mudah diuraikan oleh aktivitas mikroorganisme setelah dipakai dan dibuang ke lingkungan. Selain itu kemasan biodegradable mampu menjamin keamanan produk. Edible film merupakan salah satu bentuk kemasan biodegradable yang mudah terurai dan dapat dikonsumsi sekaligus bersama produk.
Pengemasan edible dinilai aman dan ramah lingkungan, sifatnya alami dan tidak beracun serta dapat dimakan bersama produknya tanpa harus mengupasnya. Aplikasi pengemasan dengan bahan edible bisa dilakukan dengan melapisi produk secara langsung dengan larutan edible yang dibuat terlebih dahulu. Lapisan edible dapat digunakan untuk mempertahankan masa simpan dan mutu produk makanan karena mampu menghambat migrasi air, oksigen, karbondioksida, flavor serta lemak.
komponen edible film adalah hidrokoloid, lipida, dan komposit. Hidrokoloid yang biasa digunakan adalah polisakarida dan protein. Lipida yang umum digunakan dalam pembuatan edible film adalah lilin alami (bees wax, carnauba wax, paraffin wax), asil gliserol, asam lemak (asam lemak oleat dan asam laurat) serta emulsifier. Komposit adalah campuran antara hidrokoloid dan lipida. Polisakarida yang termasuk antara lain karbohidrat, pati, selulosa, alginat, pektin, dan polisakarida lainnya.  Pati seringkali digunakan sebagai polimer dalam pembuatan kemasan edible film karena ekonomis, dapat diperbaharui dan memiliki karakteristik fisik yang baik. Pati mempunyai peranan penting dalam pembuatan kemasan edible film sebagai pengental dan pengikat dimana amilosa memberikan sifat keras dan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Dibandingkan amilopektin, amilosa lebih berperan penting dalam pembentukan edible film. Amilosa diperlukan untuk pembentukan film dan pembentukan gel yang kuat.
Kandungan pati pada tepung tapioka yaitu sekitar 28-30% dan kandungan amilosa tapioka tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan utama pembuatan edible film karena amilosa bertanggung jawab dalam pembentukan matrik film. Selain itu, tepung tapioka mudah dicari dan harganya relatif lebih murah.
Kemasan berfungsi untuk memperpanjang umur simpan produk pangan. Umur simpan atau biasa disebut masa kadaluarsa merupakan informasi penting bagi konsumen dan wajib diinformasikan oleh produsen karena berkaitan dengan keamanan dan kelayakan produk pangan untuk dikonsumsi, dan memberikan petunjuk terjadinya perubahan citarasa, penampakan dan kandungan gizi produk. hasil penelitian menunjukan bahwa penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan cara menyimpan produk pada kondisi penyimpanan yang sebenarnya, namun cara ini memerlukan waktu yang lama. hasil penelitian menunjukan umur simpan dengan pendugaan berdasarkan extended dan accelerated studies. Metode accelerated shelf-life test (ASLT), dilakukan dengan memodifikasi lingkungan agar produk yang disimpan dapat cepat rusak pada kondisi suhu atau kelembaban ruang yang dimodifikasi. Metode ASLT akurat dan dapat dilakukan dengan pendekatan Arrhenius atau kadar air kritis.

4.      Karakteristik Pengemas
4.1. Modified atmosphere packaging (MAP)
 Modified atmosphere packaging (MAP) adalah suatu teknologi pengemasan tepat guna yang dilakukan pada produk pangan dengan tujuan agar dapat mempertahankan/memperpanjang umur simpan produk pangan tersebut. MAP umumnya digunakan pada produk makanan segar (sayur, buah, daging), produk makanan olahan yang dikemas dan produk-produk yang membutuhkan masa simpan yang lama.
MAP menghalangi pergerakan udara sehingga memungkinkan proses respirasi normal produk, mengurangi kadar oksigen dan meningkatkan kadar karbon dioksida udara di dalam kemasan. MAP dapat dilakukan dengan membuat sedikit vakum dalam kemasan tertutup (seperti kantong polietilen yang tidak berventilasi) dan kemudian memasukkan campuran komposisi atmosfer yang diinginkan dari luar. Secara umum, penurunan konsentrasi gas akan mengurangi kemampuan dari bakteri pathogen dalam pangan untuk berkembang biak. Selain penurunan kadar gas, permeabilitas film dan laju respirasi pada kondisi waktu/suhu yang dinginkan selama penanganan juga akan membantu menjaga komposisi dari bahan pangan.
Tepung mocaf sendiri merupakan tepung singkong yang telah dimodifikasi dengan perlakuan fermentasi, sehingga dihasilkan tepung singkong dengan karakteristik mirip terigu yang dapat digunakan sebagai bahan pengganti terigu atau campuran terigu 30 % – 100 %. Keunggulan dari tepung mocaf yaitu penampakan yang lebih putih dan mengandung sedikit gluten penyebab alergi. Akan tetapi salah satu kekurangan dari tepung ini yaitu daya tahan yang tidak bagus sehingga perlu dirancang pengemasan dengan Modified atmosphere packaging (MAP).
4.2.  Polietilen
Polietilen (PE) merupakan jenis plastik yang paling banyak digunakan dalam pengemasan pangan karena sifatnya yang mudah dibentuk, tahan terhadap berbagai bahan kimia, penampakannya jernih, dapat mengurangi kehilangan air dan lemak pada bahan pangan, serta tekstur yang mengeras. Polietilen jenis Low Density Polyethylene (LDPE) memiliki daya rentang, kekuatan retak, dan ketahanan putus yang baik, stabil hingga suhu di bawah -60o C, relatif tahan terhadap air dan uap air, namun kurang tahan terhadap gas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masa kadaluarsa tepung komposit keladi dan ubijalar dengan metode ASLT (pendekatan Arrhenius) berdasarkan pola perubahan kadar air; dilengkapi dengan analisis usaha pengolahan tepung komposit. Plastik PE memiliki sifat permeabilitas terhadap uap air dan air yang rendah. Permeabilitas yang rendah terhadap uap air menunjukkan kemasan cenderung sulit untuk dilewati oleh partikel uap air. Semakin rendah permeabilitas kemasan, umur simpan produk semakin lama. Secara umum, semakin tebal kemasan plastik yang digunakan, semakin lama umur simpan tepung komposit. Plastik PE yang lebih tebal memiliki permeabilitas uap air yang lebih rendah sehingga lebih dapat menahan laju penetrasi uap air dari dan ke dalam kemasan dan menurunkan laju perubahan kadar air produk pangan.

5.      Expected shelf life

Hasil penelitian Tepung komposit yang disimpan dalam kemasan PE 40 mm pada suhu 20 oC memiliki umur simpan yang paling lama sekitar 22 minggu. Secara umum, semakin rendah suhu penyimpanan, semakin panjang umur simpan tepung komposit. Jika dikaitkan dengan pola perubahan kadar air, dapat dilihat bahwa perubahan kadar air produk pada suhu 20 oC tidak setinggi pada suhu 30 oC dan 40 oC. Suhu penyimpanan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu produk pangan. Semakin tinggi suhu penyimpanan, aktivitas enzimatik bahan pangan berlangsung lebih aktif sehingga meningkatkan laju respirasi yang mengakibatkan laju reaksi berbagai senyawa kimia berlangsung lebih cepat. Hal ini berlaku juga pada peningkatan kadar air bahan pangan. Peningkatan kadar air selama penyimpanan diantaranya dipengaruhi oleh permeabilitas bahan kemasan terhadap uap air, sifat higroskopis bahan pangan yang dikemas, dan tingkat kelembaban udara lingkungan terhadap produk pangan. Pemilihan bahan pengemasan yang tepat dapat memenuhi shelf life yang diharapakan.
Penentuan umur simpan metode akselerasi dengan pendekatan isoterm sorpsi (kadar air kritis) cukup efektif digunakan dalam penentuan umur simpan produk pangan kering. hasil penelitian yang menyatakan umur simpan tepung Kaopi (pangan olahan dari ubi kayu) selama 434 hari (1 Tahun, 2 Bulan, 3 hari) pada kemasan PP dengan model persamaan Oswin dan nilai MRD terkecil sebesar 3,02.

6.      Other supporting information
Tepung termodifikasi (MOCAF) ubi kayu menggunakan bakteri asam laktat merupakan salah satu bahan pangan yang sangat berpotensi untuk dikembangkan dalam pemenuhan kebutuhan pangan di Indonesia. MOCAF ini juga sudah memiliki beberapa persyaratan yang dibutuhkan untuk dapat diproduksi diantaranya informasi kandungan gizi produk dan MOCAF dapat langsung digunakan dalam pembuatan roti, akan tetapi umur simpan produk belum diketahui. Umur simpan merupakan periode waktu suatu produk pangan yang masih aman untuk dikonsumsi dan memiliki kualitas yang dapat diterima oleh konsumen.



No comments:

Post a Comment